Meratus merupakan kawasan pegunungan yang membelah Provinsi
Kalimantan Selatan menjadi dua, membentang sepanjang ± 600 km² dari arah
tenggara dan membelok ke arah utara hingga perbatasan Kalimantan Timur.
Di sepanjang pegunungan ini terdapat banyak perkebunan karet.
Secara geografis kawasan Pegunungan Meratus terletak di antara
115°38’00″ hingga 115°52’00″ Bujur Timur dan 2°28’00″ hingga 20°54’00″
Lintang Selatan. Pegunungan ini menjadi bagian dari 8 kabupaten di
Provinsi Kalimantan Selatan yaitu: Hulu Sungai Tengah (HST), Balangan,
Hulu Sungai Selatan (HSS), Tabalong, Kotabaru, Tanah Laut, Banjar dan
Tapin. Pegunungan Meratus merupakan kawasan berhutan yang bisa
dikelompokkan sebagai hutan pegunungan rendah. Kawasan ini memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi dengan beberapa vegetasi dominan
seperti Meranti Putih (Shorea spp), Meranti Merah (Shorea spp), Agathis
(Agathis spp), Kanari (Canarium dan Diculatum BI), Nyatoh (Palaquium
spp), Medang (Litsea sp), Durian (Durio sp), Gerunggang (Crotoxylon
arborescen BI), Kempas (Koompassia sp), Belatung (Quercus sp).
Di Kalimantan ada gunung panjang yang membentang dari arah barat hingga
ke bagian timur pulau ini. Gunungnya memang tak terlalu tinggi, namun
dapat kita bayangkan luas dan panjangnya karena membentang melalui tiga
Provinsi yaitu Kalimantan Selatan dan Tengah serta Timur. Gunung yang
tumbuh berjajar di sepanjang jalur ini disebut sebagai Gunung Meratus.
TAK ada gambaran jelas yang pasti tentang berapa panjang dan
banyaknya gunung tersebut. Adapun yang digambarkan sementara ini
sebagian besar diperkirakan hanyalah reka-reka yang tak pasti – baik
soal jumlah gunung maupun ukuran panjangnya. Buku “Di Pedalaman Borneo“
yang ditulis oleh A.W. Nieuwenhuis pada tahun 1894 pun bahkan tidak
menyebutkan hal itu.
Diketahui, A.W. Nieuwenhuis warga Belanda seorang dokter yang juga
sebagai ahli etnografi dan antropologi, didukung oleh Maatschappij ter
Bevondering Van Het Natuurkundig Onderzoek der Nederlandsche Kolonien
(Perhimpunan untuk memajukan penelitian di daerah daerah koloni Belanda)
– membentuk tiga tim yang terdiri dari para ahli ilmu pemetaan,
penggalian suber alam, penelitian tentang penduduk pedalaman, serta
flora dan fauna. Tim ini melakukan perjalanan dari Kalimantan Barat
dengan menyusuri Sungai Kapuas hingga ke kepala Sungai Mahakam dan
berakhir sampai ke Samarinda Kalimantan Timur. Ekpedisi ini pun tak ada
penjelasan tentang luas dan panjangnya Gunung Meratus. Padahal mereka
sudah memulai perjalanan dari Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat.
Perjalanan tersebut, selain didukung oleh oleh Maatschappij ter
Bevodering van het Natuurkundig Onderzoe der Nederlansche Kolonien, juga
diback-up oleh Residen Water Afdeeling van Borneo yang berkedudukan di
Pontianak Kalimantan Barat. Hal ini didorong oleh banyaknya minat negara
lain yang mengirim utusan ke pulau Borneo untuk melakukan penelitian
sekaligus berusaha melakukan pendudukan. Seperti halnya pada abad ke 18,
ketika Inggris dan Belanda melakukan kekerasan dan intimidasi pada
penduduk di kepulauan Borneo. Diantaranya, petualangan Alexander Hare di
Banjarmasin pada tahun 1812, James Brooke dan Robert Burns tahun 1848
di Sarawak yang berupaya mendirikan kerajaan bagi dirinya sendiri, James
Erskine Murray si orang Inggris memasuki Kutai pada tahun 1844 yang
berujung tewas karena berperang dengan laskar Kerajaan Kutai,
Selanjutnya Muller 1825 dan Dalton 1828 yang menjelajahi Borneo atas
nama Negara Belanda.
Adalah seorang perwira Zei dari tentara Napoleon I, bernama George
Muller, masuk dalam Pamongpraja Hindia Belanda. Muller mendapat tugas
melakukan hubungan dengan pihak Sultan Sultan di pesisir Borneo pada
tahun 1825. Muller berangkat bersama pasukan yang terdiri dari
orang-orang Jawa. Misi utamanya, jika Sultan Sultan yang didatanginya
tidak sejalan, maka kasultanan ini akan diperangi dan dihancurkannya
hingga dapat diduduki.
Namun, Kerajaan Kutai tak membiarkan keadaan yang mengancam itu.
Akibatnya, terjadilah pertempuran sehingga pasukan George Muller hancur
tercerai-berai dan berlarian memasuki hutan. Tercatat, serdadu Jawa yang
selamat mencapat bagian barat Borneo hanyalah tinggal satu orang,
sedang nasip Muller sendiri dan sisa pasukan belum diketahui.
Ada kabar, George Muller bersama pengikutnya terbunuh di daerah Kapuas
Hulu sekitar Nopember 1825, tepatnya di sungai Bungan. Tapi, cerita
tersebut hanya perkiraan yang tak jelas kebenarannya. Yang pasti, Muller
hingga kini tak pernah ditemukan.
Ada pula cerita lain tentang pelarian Muller yang dikejar laskar
Kesultanan Kutai. Dikatakan, karena kalah Muller berlari hingga ke
Gunung Meratus dan menghilang di sana. Katanya Muller dilindungi oleh
pasukan kerajaan orang gaib yang berada di pegunungan Meratus tersebut.
Cerita tentang Gunung Meratus juga diungkapkan oleh penduduk tua Suku
Bukit Kalimantan Selatan Bernama Amung Tahe. Pria yang telah tinggal
turun-menurun di dusun Rangit – kaki gunung Meratus menceritakan
pengalaman hidupnya, ketika bertualang menjelajahi Gunung Meratus. Dusun
Rangit sendiri adalah sebuah dusun yang bisa ditempuh dari daerah
pedalaman Kabupaten Paser. Namun tidak diketahui pasti, dusun ini
termasuk di dalam kecamatan atau kabupaten mana. Tetapi didalam peta
wilayahnya termasuk kawasan Provinsi Kalimantan Selatan.
Bagi masarakat Suku Bukit sendiri, mereka tak mengerti tentang dusun
tempat tinggalnya apakah termasuk di daerah Kalsel, Kaltim atau pula
Kalteng. Bagi mereka hal itu bukanlah persoalan. Yang jelas mereka bisa
saja ada di mana-mana. Bagi mereka, hutan adalah rumah dan kehidupan
mereka.
Secara umum, masyarakat suku Bukit berdiam di belantara seputar kedua
sisi Gunung Meratus. Dikatakan Amung Tahe, gunung di sana memang
berjumlah seratus gunung. Namun yang dapat dihitung gunungnya hanya ada
sembilan puluh sembilan buah. Lalu yang satu gunung itu merupakan induk
dan puncak tertinggi yang jarang dapat dilihat secara kasat mata.
Dari kaki gunung menuju ke puncak itu bertingkat tujuhbelas naik dan
tujuhbelas turun. Menurut penuturan Amung Tahe, di puncak tertinggi itu
adalah merupakan suatu tempat kediaman Maharaja Meratus yang tak bisa
dilihat atau gaib. Terkecuali jika dikehendaki oleh sang Maharaja.
Konon, di atas puncak gunung tersebut merupakan dataran yang cukup luas.
Di dataran ini ada sebuah bangunan istana tempat sang Maharaja
bersemayam. Kerajaan gaib di Gunung Meratus ini tidak hanya sendiri,
tetapi ada lagi kerajaan-kerajaan kecil diseputarnya, yang juga disebut
kerajaan orang-orang gaib (bunian).
Di kawasan pegunungan ini sangat kaya dengan hasil hutan dan alam.
Pernah ada seseorang, ketika berjalan di anak sungai yang terdapat di
sana menemukan batu berlian dan bongkahan-bongkahan emas pada dinding
kerang batu di pinggiran sungai.
Orang-orang gaib dari pegunungan Meratus sering turun ke berbagai
kota, baik di Kalsel, Kalteng maupun Kaltim. Kebanyakan mereka menyaru
seperti orang-orang suku Bukit berdagang kayu gaharu yang berkwalitas
tinggi serta membawa bongkahan-bongkahan batu kecubung dan yakut yang
masih mentah. Barang barang ini mereka jual atau barter dengan tembakau,
garam, minyak wangi-wangian, bahkan butir-butiran manik dan mutiara.
Amung Tahe juga bercerita, kalau almarhum bapaknya yang sering
bertualang memasuki daerah gunung Meratus, mengaku pernah bertemu dengan
orang tinggi besar berambut coklat kemerahan dengan pakaian seperti
orang barat (Belanda tempo doeloe_Red) dikawal oleh beberapa orang
berseragam. Tetapi ketika diikuti orang-orang tersebut tiba-tiba
menghilang tak diketahui ke mana.
Menurut cerita masyarakat yang tinggal di daerah sepanjang Meratus
ini mereka juga sering melihat orang Belanda dengan berpakaian tempo
doeloe berjalan disertai beberapa orang berseragam lengkap dengan bedil
dan pedang. Namun apabila dikejar, maka apa yang mereka lihat itu
menghilang begitu saja.
Konon, dari wajah dan pakaian serta tanda-tanda yang terdapat pada si
orang Belanda ini cirri-cirinya sama dengan Kapten George Muller yang
hilang tak tentu rimbanya itu. Kalau benar, yang dilihat itu adalah
George Muller, tentunya sudah menjadi orang gaib. Ada juga yang
mengatakan kalau rohnya masih penasaran dan bergentayangan di sepanjang
gunung Meratus karena tewas dibunuh. Bisa juga ia tewas karena dibantai
oleh masyarakat liar di pedalaman yang saat itu masih primitif.
Namun yang jelas, apa yang terjadi di sepanjang Gunung Meratus, hingga kini masih penuh dengan misteri.
SUMBER : http://hendryferdinan.wordpress.com
0 comments:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !